Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penggerak Literasi Jalanan itu Bernama Adlun Fiqri Pramadhani

Literasi Jalanan Butuh Dukungan

"Literasi adalah jembatan dari kesengsaraan menuju harapan"                                                                                               Kofi Annan

Sobat Alfattah, Siapa yang tidak kenal dengan lelaki berambut gondrong itu, yang selalu menggaungkan Literasi Jalanan sebagai komunitas yang diembannya sejak akhir tahun 2014 lalu. Ia bernama Adlun Fiqri Pramadhani, tidak pernah gentar membela kebenaran, dan selalu berusaha membela kaum marginal, termasuk anak-anak dalam anggota komunitas Literasi Jalanan yang juga berhak mendapatkan pendidikan.

Adlun Fikri, dengan sapaan akrabnya “Iky” berjuang keras mengajar literasi di kalangan anak-anak. Selain gemar bermain dengan anak-anak, nyatanya ia juga sangat gemar berkumpul dengan kalangan yang lain demi mempertahankan keadilan, ia pun menjadi anggota AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Utara), selama kuliah di Universitas Khair, ia sering tinggal di kantor tersebut.

Ada banyak yang menarik tentang Iky, seorang pejuang literasi yang patut diacungi jempol. Yuk ikuti kisah perjalanannya dalam menjunjung literasi negeri tetap bisa eksis. Di dalam artikel ini, akan menceritakan tentangnya, Bagaimana seorang Iky memberikan hak anak-anak dalam belajar, literasi, atau saat dirinya membela keadilan dan membuka tabir kesalahan Oknum Polisi yang telah berhasil membuatnya gundul dan kehilangan ciri khas gondrongnya. Wah seru nih, seorang Iky bisa gundul, wkwkwk. Eh sedih apa lucu ya!

Literasi Jalanan dan Adlun Fiqri

Anak-anak Pasar Gamalama yang Sibuk Belajar

Apa yang membuat lelaki yang lebih dikenal dengan panggilan Iky ini tergerak hatinya membuat komunitas Literasi Jalanan? Mengacu pada sebuah ungkapan tentang literasi dari Kofi Annan, yang mengatakan bahwa Literasi adalah jembatan kesengsaraan menuju harapan, Iky sangat berharap, anak-anak yang menjadi anggota Literasi Jalanan yang berasal dari kumpulan anak-anak pasar di Maluku Utara ini bisa merasakan nikmatnya pendidikan.

Ia sangat berharap banyak, anak-anak pasar itu tidak menderita lagi. Nah Bagaimana sih Iky bisa tahu kehidupan anak-anak pasar yang mengerikan? Sebelum ia mendirikan komunitas ini, ia juga layaknya yang lainnya butuh uang, butuh pemasukan, ia pun menjadi anak jalanan dan mengamen pada tahun 2012.

Iky pun mulai mengerti tentang dunia jalanan yang keras, mengamen di sekitar pasar pun menjadi kesehariannya. Mengenal anak-anak yang tinggal di daerah pasar, siapa sih yang tidak paham, kalau dunia pasar itu sangatlah keras.

Banyak bullying yang sudah terbiasa menjadi makanan anak pasar sehari-hari, pergaulan bebas, menjadi pencuri atau copet dan lain sebagainya. Tidak hanya membahas tentang perilaku yang kurang baik saja sih, anak-anak pasar tentu saja juga tidak mengenyam pendidikan yang layak.

Nah dari latarbelakang hal itulah, hati Iky tergerak. Ia ingin mengajak anak-anak yang tinggal di daerah pasar juga bisa merasakan pendidikan. Di dalam video yang diunggah oleh akun youtube Cerita Halmahera, Iky bercerita tentang tujuan utama berdirinya Literasi Jalanan, yaitu memberikan pendidikan karakter terhadap anak-anak pasar.

Dengan hal ini, Literasi Jalanan resmi berdiri pada akhir tahun 2014, dan dimulai dengan dua dus buku bacaan yang diberikan kepada anak-anak pasar sebagai bahan bacaan dan memulai belajar literasi. Jumlah yang sedikit memang, tetapi berkat kegigihan Iky dalam menjalankan komunitasnya, lambat laun banyak yang berdatangan untuk ikut memberikan sumbangsihnya.

Ada yang memberikan tenaga dengan menjadi guru bagi anak-anak, ada pula yang menyumbang buku. Bala bantuan buku pun mulai berdatangan, bahkan mengalir deras. Hingga membutuhkan tempat atau basecame yang bisa digunakan untuk tempat belajar dan menyimpan buku-buku Literasi Jalanan.

Keberanian Iky  dan Pemikirannya Tentang Literasi

Hati Iky selalu menuju literasi dan keadilan negeri. Literasi Jalanan menjadi bukti kongkret tentang Iky yang selalu setia mengajarkan literasi dan berani mengekspresikan tentang makna literasi untuk dirinya sendiri, berani menggaungkan keadilan dan memakai paham literasinya.

Ia berusaha menggunakan ilmu literasinya di semua lini, mengkritik atau mengoreksi kaum yang lebih tinggi semisal aparatur negara, layaknya kepolisian. Ia tidak gentar, bahkan pernah berurusan dengan pihak kepolisian hingga 2 kali, dijebloskan atau dibuih pun ia rasakan selama dua kali.

Tahun pertama, ia mengkritik polisi dengan meng-uploud sebuah video di yuotube tentang oknum polisi yang melakukan tindak suap yang ia rekam sendiri. Iky dikenakan kasus pasal UU ITE, atau pencemaran nama baik Polisi, dan dipenjarakan selama berhari-hari.

Hal itu terjadi pada tahun 2015 yang lalu, namun di tahun 2016, ia kembali berurusan dengan kepolisian, ditahan karena mengenakan kaos yang bertulisan PKI, namun PKI yang dimaksud di sini maknanya Pecinta Kopi Indonesia, bukan Partai Komunis Indonesia.

Nyatanya Iky memang anak yang pemberani. Ia mengkritik dengan banyak jalan, ilmu literasinya ia gunakan di berbagai bidang, tanpa harus takut terhadap aparatur negara. Meski harus kembali dibuih, dibuih, dan dibuih, ia akan tetap gencar menggaungkan literasi.

Iky ditahan pada tahun 2016, tidak sendirian. Bersama 4 sekawan, kepolisian memeriksa, dua orang yang diputuskan bersalah, yaitu Iky dan satu temannya yang bernama Yunus. Namun keduanya berhasil dibebaskan, dengan bala bantuan banyak pihak termasuk anak-anak asuhnya di rumah belajar yang ia bina.

Menurutnya, kita harus melek literasi, apa yang dilakukan anak-anak didiknya menurut Iky adalah bentuk perlawanan simbolik terhadap pemikiran yang keliru, pemahaman literasi yang harus diluruskan, mustinya mengenakan kaos belum tentu maknanya sesuai dengan yang dituduhkan.

Namun bagaimanapun, pihak aparatur tentunya memiliki tujuan lainnya, yaitu menjaga keamanan negara agar tetap aman dan damai, tidak sampai terdapat kerusuhan yang merugikan semua pihak.

Terlepas siapa yang benar dan salah, semua pemikiran Iky sudah mencerminkan seseorang yang punya keberanian tinggi. Kita hanya patut meniru, bahwa selalu menjunjung belajar literasi adalah hal yang wajib, seperti ungkapan di atas bahwa dengan literasi, kita akan melakukan perjalanan menuju masyarakat modern yang punya harapan-harapan baik, hidup lebih sejahtera. Memberikan jalan masa depan cerah bagi kalangan generasi yang lebih muda.

 Relawan Literasi Jalanan Meringankan Beban

Relawan Memberikan Sebuah Buku untuk Literasi Jalanan

Semua kehidupan, membutuhkan perjuangan. Literasi Jalanan bisa hidup, bukan hanya berkat Adlun Fiqri Pramadhani saja, ia hanya sebagai perantara agar Literasi Jalanan tetap eksis. Meski ia juga sebagai nyawa pergerakan atau komunitas Literasi Jalanan, ada tangan-tangan lain yang memberikan uluran untuk kehidupan komunitas ini.

Mungkin kalau dihitung, akan kesulitan, karena jumlahnya banyak. Dengan penyumbang yang bervariasi, mulai dari buku, tenaga, hingga uang, sengaja diberikan agar komunitas ini tetap bertahan hidup. Kegiatan yang paling menonjol adalah perpustakaan jalanan.

Sehingga sumbangan buku-buku dari para relawan, sangatlah berarti. Bukan hanya untuk buku bacaan anak-anak yang bernaung di komunitas ini, tetapi terbuka untuk umum sebagai tempat membaca buku gratis.

Buka Stand Perpustakaan Jalanan Gratis untuk Umum
Tidak hanya membuka stand untuk umum, tetapi anak-anak asuh yang menjadi anggota komunitas Literasi Jalanan juga diajak berkeliling ke situs bersejarah.
Saat Anak-Anak Anggota komunitas Literasi Jalanan Mengunjungi Situs Bersejarah

Saya sebagai penulis perjalanan Literasi Jalanan, menelusuri fakta-fakta yang menarik. Ternyata, Literasi Jalanan ini sudah sangat eksis sejak pertama kali berdiri. Bahkan kegiatan rutin terlaksana, tepatnya di tahun 2015 hingga 2018 yang lalu. Relawan datang silih berganti, bahkan sampai orang mancanegara pun turut meramaikan basecame anak-anak Literasi Jalanan.

Tentunya hal ini sangat membuat anak-anak lebih bahagia, merasa diperhatikan. Saya menemukan fakta tersebut dari jejak-jejak unggahan foto di instagram Literasi Jalanan, hingga tahu perihnya anak-anak Literasi Jalanan harus mengungsi karena ada gempa yang melanda Maluku Utara.

Bahkan tidak hanya perih, bahagia melihat Literasi Jalanan juga menjadi bagian dari Astra Satu Indonesia Award. Saya menemukan nomor kontak Adlun Fiqri Pramadhani, yang berposisi sebagai ketua komunitas Literasi Jalanan.

Saya pun berusaha menghubunginya untuk konfirmasi terkait kegiatan apa saja, dan motivasi apa yang mendorong Literasi Jalanan mengajukan diri untuk ikut serta menjadi peserta Astra Satu Indonesia Award, sehingga bisa menginspirasi anak muda lainnya di Indonesia.

Membuka lembaran formulir yang diberikan kak Iky, saat mendaftarkan diri, saya pun ikut teriris hati ini. Karena kenyataannya masih banyak anak-anak kecil yang belum mendapatkan pendidikan layak, meskipun mereka tinggal di pinggiran kota, atau masih berada di wilayah kota yang masih mudah dijangkau pemerintah.

Cerita awalnya ketika saya berkecimpung dalam sebuah komunitas seni jalanan dan kami temui sedikitnya 98 anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah atas yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan. Tempat tinggal mereka di kawasan-kawasan miskin perkotaan, seperti pasar dll.

"Cerita awalnya ketika saya berkecimpung dalam sebuah komunitas seni jalanan dan kami temui sedikitnya 98 anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah atas yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan. Tempat tinggal mereka di kawasan-kawasan miskin perkotaan, seperti pasar dll."

Ini kutipan yang saya ambil dari formulir yang disetor, sungguh miris.

"Dua mei 2016, bertepatan dengan hari pendidikan, kami meresmikan sebuah rumah belajar di kawasan pasar tradisional Gamalama. Rumah Belajar berdinding kayu itu kami sewa dari salah seorang pedagang. Namun berjalan sekitar 5 bulan, terjadi  penggusuran di kawasan tersebut. Rumah Belajar kami ikut hancur. Terpaksa barang-barang kami evakuasi di rumah masing-masing."

"Sejak saat itu kami kembali survive di jalanan. Namun hal ini tidak menyurutkan semangat kami, sebab moto kami adalah semua orang itu guru dan alam raya sekolahku." Tambahnya.



Perjuangan kak Iky dan teman-teman memang luar biasa. Saya sebenarnya malu kalau mendengarkan kisah kak Iky yang berusaha saya tulis ulang sebagai blogger, sebagai jembatan untuk anak-anak muda yang menginspirasi agar kisah mereka bisa terbaca oleh orang lain, dan menjadi renungan bersama.

Merenungi kisah kak Iky, jadi ingat bahwa saya juga pernah mempunyai cita-cita untuk mendirikan taman baca keliling, ya, kalau cita-cita saya, hanya sebatas taman baca keliling yang didirikan di depan sekolah-sekolah secara bergantian, tapi tidak dengan kak Iky, yang sudah merealisasikan lebih dari apa yang saya impikan.

Yaitu membangun rumah belajar bersama anak-anak pasar Gamalama, dan anak-anak jalanan lainnya, mengajaknya belajar bareng di taman kota, dan di trotoar jalan, lalu membuka tempat baca atau perpustakaan keliling, dan kegiatan positif lainnya.

Mendengar cerita dari Kak Iky, saya sangat bangga dan senang, masih ada pemuda yang memiliki pemikiran dan aksi yang luar biasa. Kak Iky mengatakan kalau Literasi Jalanan ini diikutkan Astra di tahun 2017, dan lolos serta mendapatkan penghargaan tingkat Propinsi Maluku Utara.

Namun sayangnya, Literasi Jalanan harus berakhir di tahun 2018. Kak Iky harus pindah ke kampung halamannya, namun ia mengutarakan tetap menjalankan misi untuk mengajari anak-anak, dan melakukan program yang sama, tentang perpustakaan jalanan, "hanya pindah haluan, dari kampung ke kampung, tidak lagi di perkotaan." Ujarnya.

Iya tidak bisa lagi menjalankan Literasi Jalanan yang ia bina pada waktu masih kuliah, dan tinggal di basecame AMAN. Karena ia sendiri harus balik ke kampung halamannya yang berada di Sagea, Teluk Weda, Halmahera.

Semoga masih ada mahasiswa, terlebih anak muda lainnya yang punya semangat dan aksi yang sama dengan kak Iky berjuang di jalan sunyi, agar anak-anak yang bernasib malang dan kurang beruntung dalam hal pendidikan serta lainnya bisa mendapat keperdulian. 

Itulah sekelumit kisah Literasi Jalanan yang bisa memberikan inspirasi kepada saya khususnya, dan kepada masyarakat luas umumnya, semoga bermanfaat.





Nur Chafshoh Sa'idah
Nur Chafshoh Sa'idah Ibu dengan 2 anak, domisili Sidoarjo Jatim. Lulus KPI UINSA Surabaya tahun 2017, wanita kelahiran Gresik 1994 ini mulai bergelut dengan literasi sejak 2013, menjadi Content Writer sejak 2019, Karya buku di antaranya Manuskrip 70 Tahun Indonesia Merdeka (2016) sebuah antologi puisi, Villain (2021) novel Fantasi garapan duet, Kumpulan Cerita Anak Cerdik (2021) bersama Elfamediatama, Parenting Bala-Bala 1 Minggu 1 Cerita Bukan Resep Pengasuhan Abal-Abal (2021) karya non fiksi bareng para blogger, kunjungi rumah literasinya alfattahparenting.com dan nurchabisnis.com, perempuanberkarya.com, membuka Jasa Penulis Pena Alfattah. IG: @nurchafshoh FB: Pena Alfattah Twitter: @nurchafshoh

Posting Komentar untuk "Penggerak Literasi Jalanan itu Bernama Adlun Fiqri Pramadhani"